Kondisi Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak di Indonesia
![]() |
Foto: Beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak |
Menyedihkan dan sangat merisaukan ya, akhir-akhir ini
banyak sekali berita tentang kekerasan anak termasuk kejahatan seksual terhadap
anak yang membuat kita merinding. Kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak yang
dihimpun oleh Komnas Anak mencapai 21 juta kasus hanya dalam kurun waktu
4 tahun (2010-2014), belum termasuk kasus-kasus yang tercatat di lembaga lainnya
maupun yang tidak tercatat sama sekali. Menurut laporan dari Ketua Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga bulan Februari 2018 (atau dalam kurun waktu dua bulan
saja), KPAI telah menerima 223 aduan kekerasan seksual (berupa data awal) dari seluruh
wilayah Indonesia. Korbannya sudah merata
pada anak perempuan dan anak laki-laki. Bahkan saat ini korbannya didominasi
oleh anak laki-laki. Dan pelakunya bukan hanya orang dewasa, tetapi juga
anak-anak! Untuk menjadi perhatian kita bersama bahwa KONDISI DARURAT KEKERASAN
SEKSUAL TERHADAP ANAK DI INDONESIA BELUM BERAKHIR! Kita harus sudah sangat
waspada, bukan hanya terhadap anak-anak/siswa-siswi kita saja, tetapi juga
terhadap anak-anak lain di sekitar kita. Dimulai dari kita, oleh kita dan untuk
kita.
Orangtua ketika menyekolahkan anaknya pasti banyak
berharap pada guru dan menyerahkan anak sepenuhnya kepada sekolah untuk dijaga,
dididik dan dibimbing untuk menjadi anak yang berprestasi secara akademis
maupun ‘berprestasi akhlaknya’ (apalagi bagi orangtua yang sibuk atau tidak
punya waktu banyak untuk bersama dengan anak). Namun mungkin di sekolah guru tidak
begitu memperhatikan ‘kebutuhan’ itu karena berharap orangtua sudah memberikan itu
semua dan membekali segala sesuatunya dari rumah. Guru merasa tidak perlu berbuat banyak yang terkait dengan kemaslahatan anak secara lahir
dan batin. Yang ada di benak guru, mungkin, bagaimana memberikan pelajaran di sekolah
bagi anak dan tambahan bimbingan belajar/les-les serta kegiatan ekstrakurikuler
yang dibutuhkan seorang anak untuk bisa dapat nilai yang memuaskan dan lulus
sekolah dengan sukses. Hanya itu.
Pulang dari sekolah, anak mempunyai lingkungan
pergaulan lain di sekitar rumah (masyarakat), di mana mereka berinteraksi dengan
teman yang mungkin berasal dari sekolah lain dan bertemu dengan anggota
masyarakat yang lebih tua dan yang tidak mereka kenal. Karena pengawasan yang
kurang ketat, anak bisa saja terbawa pengaruh dari lingkungannya tersebut. Yang
jadi masalah adalah jika pengaruh yang didapat seorang anak adalah pengaruh
buruk. Bisa dibayangkan apa yang bisa terjadi, dalam jangka waktu pendek maupun
jangka panjang.
Langkah-langkah konkret:
1)
Aktifkan komunikasi guru
(sekolah) dan orangtua melalui rapat dan training-training kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak &
pencegahannya untuk semua elemen: guru, pegawai sekolah (termasuk penjaga
sekolah, cleaning service, pegawai kantin, dll), orangtua dan semua siswa.
2)
Terdapat komunikasi yang
intensif antara pihak sekolah dan orangtua murid tentang sistem sanksi yang berlaku jika kekerasan (seksual) terhadap anak terjadi di
sekolah. Sekolah dan orangtua murid harus bersatu dan tegas terhadap hal ini.
3)
Komunikasi antarorangtua
siswa harus jalan, untuk mencegah adanya kekerasan (seksual) terhadap anak di rumah
melalui rapat, arisan, perkumpulan, dan/atau sejenisnya yang diadakan atas
inisiatif orangtua murid.
4)
Komunikasikan hal-hal
yang berhubungan dengan kekerasan (seksual) anak dengan orang-orang yang bertanggung
jawab dan berhubungan dengan anak di kegiatan-kegiatan di sekolah maupun di
luar jam sekolah, seperti dengan guru dan wali kelas, pembimbing kegiatan ekstrakurikuler
(olahraga, kesenian, bela diri, catur, pramuka, dll), guru les dan bimbingan
belajar, pak ojek atau tukang becak yang biasa mengantar dan menjemput anak
atau di kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan sosial, budaya dan
keagamaan yang diikuti anak.
5)
Sediakan waktu khusus
di rumah untuk berbicara ‘dari hati ke hati’ dengan anak, satu per satu (jika
anak lebih dari satu orang). Misalnya jika jumlah anak kita 3 orang, bicaralah
dengan anak satu demi satu di waktu yang berbeda untuk lebih mendekatkan kita
pada mereka secara lahir dan batin serta untuk membuka komunikasi yang selama
ini mungkin masih tertutup antara orangtua dan anak. Jangan lupa untuk selalu menanyakan apa yang telah dilakukan anak sepanjang hari dalam beraktivitas dan memeriksa bagian-bagian tubuh anak setiap hari.
6)
Dll.
Jadi,
selayaknya semua lingkungan tempat anak/siswa berada (rumah, sekolah dan
lingkungannya) bersatu padu untuk menjaga keselamatan anak tanpa terkecuali. Pengawasan
melekat harus ditegakkan 24 jam dalam seminggu. Diharapkan ada kepedulian dan
saling menjaga di antara sekolah, orangtua dan anggota masyarakat, agar
lingkungan tempat keberadaan anak/siswa terhindar dan terjaga dari bahaya
kekerasan, termasuk kejahatan seksual terhadap anak. Semoga.* (WONN)
Beberapa Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak:
*Jika
Tidak Ditangani Secara Serius, Korban Pedofilia Bisa Jadi Pelaku Setelah Dewasa
*Anak
Dicabuli Ayah Tiri, Ibu Korban: “Saya Pasrah dan Rela Jika Mereka Harus Menikah”
*Pengakuan
Babeh yang Sodomi 25 Anak di Tangerang
*Miris,
Kepala Sekolah SD Ajak Siswanya Nonton Video Porno
*Mengerikan,
Balita Berusia 1,5 Tahun Tewas Usai Disodomi Bocah Gelandangan
Comments
Post a Comment