Saat Anak Kita Menjadi Pelaku Bullying: "Anak Saya Anak Yang Baik!"



Beberapa waktu yang lalu di berbagai media sosial (Facebook, Twitter, dll) beredar video bullying anak-anak SD yang diduga kuat berada di sebuah SD di Bukittinggi, Sumatra Barat. Video berdurasi hampir 2 menit itu merekam seorang siswi yang dipukuli di dalam kelas oleh beberapa orang rekan sekelasnya dan disaksikan siswa lainnya. Banyak teriakan-teriakan dalam video tersebut, sebagian besar terdengar "menyemangati" aksi pelaku pemukulan. 

Ini bukan pertama kali kasus bullying di dalam kelas, di jam sekolah, terungkap ke publik. Dan sedihnya pelaku masih anak-anak SD. Beberapa waktu lalu juga kita dikejutkan dengan siswa yang meninggal setelah dipukuli di dalam kelas oleh kakak kelasnya karena masalah sepele. Akibatnya? Siswa yang dipukuli luka dalam, hingga akhirnya meninggal.

Kita mungkin sudah sering membaca bagaimana menangani bila anak kita menjadi korban bullying, yakni mengajarkan mereka melindungi diri sendiri, melaporkan kepada pihak terkait, juga membawa anak-anak ke psikolog/terapis untuk menyembuhkan trauma mereka setelah terjadinya bullying. 

Namun hanya sedikit orangtua yang tahu langkah apa yang harus dilakukan bila anak-anak kita adalah pelaku bullying. Ya, orangtua pelaku sering didapati menyangkal anaknya terlibat bullying. Argumen-argumen seperti, "Dia anak baik di rumah", atau "Dia tidak pernah membantah orangtua”, sering ditemukan menjadi penyangkalan para orangtua pelaku bullying. Adalah naluri setiap orangtua untuk melindungi anaknya, tetapi bila anak-anak kita melakukan kesalahan, apalagi yang cukup fatal seperti menjadi pelaku bullying dan kita terus melindunginya, dampak yang lebih besar akan terjadi saat mereka tumbuh dewasa. 

Anak-anak pelaku bullying kepada orang lain memiliki resiko sebagai berikut: 

* Memiliki risiko lebih tinggi menyalahgunakan alkohol dan obat lain pada masa remaja dan dewasa. 

*Lebih mungkin untuk masuk ke perkelahian, vandalisme properti, dan putus sekolah. 

* Memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk menjadi pelaku kriminal dibanding rekan sebayanya, dan saat dewasa kemungkinan tersebut meningkat menjadi 4 kali lipat. 

* Sebagai orang dewasa mereka akan lebih mungkin menjadi kasar terhadap pacar/pasangan, atau terhadap anak-anak.

Pelaku bullying adalah orang-orang dari segala umur, jenis kelamin dan ukuran fiisk. Para peneliti tidak bisa mengidentifikasi hubungan antara pelaku bullying dengan agama dan ras apapun, tingkat pendapatan, struktur keluarga ataupun faktor lainnya. Pelaku bullying mungkin introvert atau ekstrovert, berprestasi akademik atau siswa terbaik di sekolah. Salah satunya bahkan mungkin anak-anak kita. 

Alana Friedman, konsultan anti bullying nasional dari Olweus mengatakan, bullying menjadi perhatian di seluruh dunia. "Bullying adalah masalah di hampir setiap sistem sekolah," katanya. "Bahkan, ini merupakan masalah internasional. Hal ini terjadi di daerah pedesaan dan perkotaan terlepas dari ukuran sekolah atau status ekonomi siswa."

Olweus (diucapkan Ohl-VAY-us) adalah sebuah program yang diakui secara internasional yang menggunakan pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan bullying. Olweus mendefinisikan intimidasi sebagai paparan berulang yang melibatkan ketidakseimbangan kuasa--sebuah tindakan negatif yang bersifat fisik (memukul, menendang) atau lisan (nama-panggilan, mengancam), perilaku lain seperti gerakan cabul atau pengucilan yang disengaja. 

Anak-anak melakukan bullying dengan berbagai alasan. Beberapa melakukannya untuk merasa kuat atau memegang kendali. Lainnya melakukannya karena mereka merasa terintimidasi sendiri. Beberapa percaya hal itu akan meningkatkan status mereka di mata rekan-rekan mereka. Seringkali, anak-anak yang melakukan bully sulit untuk berempati pada korban-korbannya. 

Tidak seorang pun ingin mendengar bahwa anak mereka adalah pelaku bullying. Namun, menurut Friedman, keterlibatan orangtua adalah kunci untuk menghentikan siklus ini. "Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua jika mereka mencurigai anak mereka melakukan intimidasi," katanya.

Berikut langkah-langkahnya:

1. Akui masalah. Jangan menyangkal. 
"Berkomunikasilah langsung dengan anak Anda," saran Friedman. "Biarkan mereka tahu bahwa Anda menyadari bullying yang ia lakukan, bahwa Anda menganggapnya serius dan bahwa hal itu tidak akan ditoleransi." 

2. Jadilah orangtua "hands-on".

Bicaralah dengan anak Anda dan siap untuk mendengarkan. Ketahui siapa teman anak Anda. Monitor kegiatan mereka. Bekerjasama dengan sekolah, dan menjaga jalur komunikasi terbuka. Jika mereka memiliki program pencegahan bullying, belajarlah tentang hal itu. "Salah satu hal paling penting yang bisa dilakukan orangtua untuk anak-anak mereka adalah terlibat," kata Friedman. 

3. Kurangi paparan kekerasan di rumah. 
Matikan TV dan video game kekerasan. Tetapi juga, sadari perilaku Anda sendiri. Apa yang Anda lakukan saat marah? Apa itu yang dipelajari anak Anda? 

4. Ajarkan perilaku positif.
"Memperkuat kebaikan hati dan perilaku penuh kasih," Friedman menyarankan. "Ajarkan empati dan memberikan kesempatan untuk kerjasama." 
Bisa dengn memberikan anak Anda hewan peliharaan, dan mendaftarkan anak Anda dalam kegiatan yang bermakna yang mengembangkan bakat dan minat yang juga mendorong kerjasama dan persahabatan. 

5. Carilah bantuan profesional, jika diperlukan.
 
Kadang-kadang situasi membutuhkan lebih dari intervensi orangtua. Menurut Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, intimidasi bisa menjadi tanda perilaku antisosial atau kekerasan serius lainnya, yang dapat menyebabkan masalah di masa depan: di sekolah dan dengan hukum. Sebuah studi di tahun 1993 menemukan bahwa anak laki-laki dalam program Olweus yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying di sekolah menengah adalah empat kali lebih mungkin untuk terlibat tindak pidana pada usia 24 tahun. 

Pelaku bullying dibuat, tidak dilahirkan. 
Jika dibiarkan, intimidasi mereka dapat mengakibatkan konsekuensi yang mengubah hidup. 
Jika anak Anda telah menjalankan perilaku bullying, Anda dapat membantu dia dan kembali pada jalur yang lebih baik. 
Jadi bukalah jalur komunikasi, terutama dengan sekolah. 
Dan jangan lupa untuk menunjukkan perilaku yang penuh empati dan kasih sayang. Anak-anak kita sedang mengamati kita. Mereka belajar dari kita.*

Catatan:
Penindasan atau perundungan atau perisakan (bahasa InggrisBullying) adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. (Wikipedia)

Referensi:

http://www.education.com/magazine/article/what-to-do-if-your-child-is-a-bully/
http://www.helpguide.org/articles/abuse/dealing-with-bullying.htm
https://www.facebook.com/pages/category/Tutor-Teacher/Gene-Netto-321218826597/

Comments

Popular posts from this blog

The Importance of Reading: Japanese Reading Habits

Saat-Saat Tertawa Bersama Ayah