Semaraknya Perayaan Tahun Baru Imlek di SKM (4): Ramaikan Festival Perang Air "Cian Cui" - Hanya Ada di Selatpanjang!


Tidak lengkap rasanya merayakan Tahun Baru Imlek tanpa mengikuti dan menyaksikan Festival Perang Air atau dikenal dengan sebutan “Cian Cui”oleh masyarakat Tionghoa di Selatpanjang, Kepulauan Meranti - Riau. Festival yang berlangsung selama tujuh hari terhitung sejak hari pertama Tahun Baru Cina ini adalah festival yang dikenal sebagai peristiwa terunik di dunia yang hanya ada 3 di dunia, termasuk di Thailand dan di Madrid – Spanyol. Dan untuk di Indonesia, Festival Perang Air ini hanya ada di kota Selatpanjang, lho!

Jadi, selain warga lokal, festival ini setiap tahunnya juga selalu ramai diikuti dan disaksikan oleh wisatawan, dimana tahun ini total wisatawan berjumlah lebih dari 20 ribuan orang dari dalam dan luar negeri yang memadati rute dan jalan-jalan yang telah ditentukan oleh panitia penyelenggara. Festival Perang Air yang berhasil meraih Penghargaan Pesona Indonesia Kategori Ivent Wisata Paling Kreatif dan Populer di Indonesia ini, juga tercatat di Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) atas rekor sebagai Perang Air Peserta Terbanyak! Wow!

Sekolah Kasih Maitreya (SKM) Selatpanjang pun tidak ingin ketinggalan untuk mengambil bagian dari peristiwa setahun sekali ini. Para pengelola sekolah, guru dan juga karyawan ikut berpartisipasi dalam “Cian Cui” dengan mengendarai beberapa becak motor yang telah disewa untuk berkeliling rute “Cian Cui” yang sudah ditetapkan.

Bagaimana sih keasyikan mengikuti “Cian Cui” ini? Bagi guru-guru baru SKM, tentu ini merupakan pengalaman pertama mereka yang mendebarkan, hehe... Dan bagi guru atau karyawan SKM yang sudah lama mengabdi di SKM dan berdomisili di Selatpanjang, kesempatan untuk mengikuti Festival “Cian Cui” adalah hal yang akan selalu ditunggu-tunggu. Kesan-kesan mereka dalam mengikuti festival ini beragam. Mulai dari keseruannya karena menyatu dengan orang-orang yang tidak dikenal dan diliputi suasana yang begitu ramai serta dipadati oleh penduduk lokal dan para wisatawan yang turun ke jalan-jalan, hingga rasa senang yang membuncah karena kegembiraan bisa saling berperang air—menyiramkan air dan disirami atau disemprot air. Bahkan pengalaman yang pasti sangat mendebarkan adalah apabila sampai terjadi kemacetan di jalur Perang Air, maka tunggulah saatnya peserta akan kena semprotan atau siraman air yang bertubi-tubi dari segala arah! J

Sejak Festival Perang Air diadakan tahun 2013, terdapat beberapa kendala keamanan dan ketertiban. Olehnya, penggagas Festival Perang Air AKBP Pandra dan beberapa elemen masyarakat menetapkan peraturan untuk kegiatan ini, yakni antara lain: kegiatan berlangsung setelah Salat Asar dan berakhir sebelum Salat Maghrib atau sejak pukul 16.00 hingga pukul 18.00, saat kegiatan siram-menyiram air berlangsung tidak diperbolehkan menggunakan botol plastik dan tidak menggunakan perhiasan atau barang-barang berharga, panitia kemudian mengumumkan kepada warga melalui media maupun imbauan dari Bhabinkamtibmas agar peraturan ini dapat dipatuhi semua pihak. Selain itu, ada satu syarat lagi yang penting. Para partisipan Festival Perang Air tidak boleh protes atau marah atas apa pun yang menimpa mereka, entah itu karena basah kuyup atau menderita sakit pada anggota tubuh (misalnya pada kulit dan mata) karena tekanan semprotan air dari pipa air yang cukup kuat (dari segala arah). Namun ya, di sinilah letak keseruannya!

Oya, meskipun Festival Perang Air dilaksanakan di awal Tahun Baru Imlek, akan tetapi kegiatan ini sama sekali bukan ritual agama. Menurut sejarahnya, yang dikutip dari penjelasan Bupati Kepulauan Meranti pada Acara Pembukaan Festival Perang Air 2019, kegiatan ini sesungguhnya merupakan kebiasaan dari masyarakat Kepulauan Meranti tempo dulu dalam menyemarakan Hari Raya Idul Fitri dengan melakukan siram-siraman air. Berangkat dari kebiasaan itulah, kemudian masyarakat Tionghoa mengadopsinya yang dikenal dengan “Cian Cui” seperti saat ini. Diungkapkan oleh Bapak Bupati lagi bahwa meskipun Kepulauan Meranti adalah kabupaten termuda di Provinsi Riau, namun Festival Perang Air ini berhasil meningkatkan efek positif bagi masyarakat terutama di bidang perekonomian, dengan meningkatnya okupansi hotel, rumah makan dan transportasi becak motor yang ramai, tiket kapal yang terjual habis, pedagang-pedagang kecil yang menyediakan kantung-kantung air sebagai "senjata" untuk dijual, sampai padatnya pusat-pusat perbelanjaan yang tentunya sangat menguntungkan masyarakat.* (WONN)

Foto-foto:
@SKM
@SINKAPdotcom
@cakaplahdotcom
@travelingyukdotcom

Comments

Popular posts from this blog

The Importance of Reading: Japanese Reading Habits

Saat-Saat Tertawa Bersama Ayah