Semaraknya Perayaan Tahun Baru Imlek di SKM (1): Satu Lampion, Sejuta Harapan...


Ada yang sangat berbeda dengan suasana sekolah di pagi hari itu. Lampion-lampion kecil sudah bergantungan rapi berjajar di langit-langit Aula SD Sekolah Kasih Maitreya, di mana aula ini adalah pusat segala kegiatan Sekolah Kasih Maitreya (SKM) Selatpanjang - Riau. Tidak hanya itu. Puluhan lampion kecil berwarna merah juga sudah bergantungan di depan dan di samping sekolah, persis di atas jalan raya yang dikaitkan di tiang-tiang sepanjang jalan, sehingga pemandangan orang-orang yang berlalu lalang dan lalu lintas yang padat pun kian semarak dengan lampion yang bergantungan dengan indahnya. 

Perayaan Tahun Baru Imlek belum juga dimulai, tapi aura kemeriahan dan kegembiraannya sudah dirasakan bahkan beberapa waktu sebelum hari-hari perayaannya. Saya berhenti sejenak dan memerhatikan pemandangan yang tak biasa ini. Seumur hidup, saya pikir, baru pertama kali ini saya melihat lampion dari jarak yang sangat dekat, hehe… Dan saya yakin bahwa bukan saya saja yang terpesona akan pemandangan baru ini, tapi setiap orang yang melewati Hall SDS Kasih Maitreya ini dipastikan bahwa mata dan kepalanya akan selalu tengadah, melihat-lihat lampion-lampion yang mungil di atas mereka.

Lampion diidentikkan sebagai simbol perayaan Tahun Baru dalam penanggalan Tionghoa dan Cap Go Meh. Pendar cahaya merah dari lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan. Lampion juga digambarkan oleh legenda klasik sebagai pengusir kekuatan jahat dan dipercaya akan menghindarkan ancaman kejahatan.

Oke. Berapa jumlah lampion yang tergantung rapi dan semarak di seputar Sekolah Kasih Maitreya? Ada ratusan lampion! Wow! Yang lebih menarik adalah setiap lampion mewakili sejuta harapan dari sebuah nama yang tertulis di sebuah lembaran yang digantung bersamaan dengan setiap lampion!

Oya, di berbagai negara dan kota-kota di Indonesia, termasuk kota Selatpanjang – Riau, kerap mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan semaraknya lampion. Ya, nama dari kegiatan tersebut adalah Festival Lampion. Kegiatan ini berisi kegiatan warga peranakan Tionghoa dalam menyalakan dan menikmati keindahan cahaya lampion dengan cara menghanyutkannya, ditempelkan ke dinding, digantung di teras-teras atau di sepanjang jalan, dengan cara diterbangkan, atau dengan menikmati keindahan bulan purnama, menyalakan kembang api, sampai dengan menebak teka-teki yang tertulis pada lampion, menyantap Tangyuan, parade dan pertunjukan Tari Barongsai, Tarian Naga, dan sebagainya. 

Satu hal yang belum bisa terlupakan bagi saya adalah menyatunya pendar-pendar merah lampion yang semarak di hampir setiap sudut kota Selatpanjang pada malam hari dengan gemuruhnya nyala kembang api yang seolah memenuhi seluruh hamparan langit menandai masuknya Tahun Baru Imlek 2019.* (WONN)

Comments

Popular posts from this blog

The Importance of Reading: Japanese Reading Habits

Saat-Saat Tertawa Bersama Ayah